Tempat tgl lahir :
Kolaka, 2 Agustus 1930
Agama : Islam
Suku Bangsa : Tolaki Mekongga
Jabatan : Kaur Staf Intelejen Kowilhan IV
Instansi : Departemen Pertahanan Keamanan
Muhammad Kondi Pullah, lahir dari ayah yang bernama KONNA dan ibu yang bernama SITI NAUSO. Ayah dari Muhammad Kondi Pullah meninggal ketika Muhammad Kondi Pullah berumur ± 2 tahun, dan ibunya meninggal ketika Muhammad Kondi Pullah berumur ± 4 tahun. Sejak kecil Muhammad Kondi Pullah dan sepupuhnya BAIA telah hidup yatim piatu dan diasuh oleh neneknya WEPITA. Sebelum nenek Wepita meninggal beliau telah memberikan beberapa pusaka turun temurun dari Anakia Larum Palangi, Lapotende hingga Siti Nauso kepada Muhammad Kondi Pullah. Dan berpesan kepada beliau (Muhammad Kondi Pullah) agar meninggalkan kampung halamannya. Ketika Muhammad Kondi Pullah berumur ± 8 tahun neneknya meninggal . Karena masih kecil dan belum dewasa dan hendak dibunuh oleh sepupunya, maka beliau meninggalkan kampung halamnnya dan perg ke Makassar.
Pada masa perjuangan 1945 beliau tergabung dalam LASKAR ANJING LAUT, beliau
ikut serta dalam penumpasan Westerling di Makassar tahun 1946/1947 dan beliau
juga sempat ditahan serta dipenjara di BAU-BAU. Tahun 1949 tergabung dalam Batalyon
Hassanudin, tahun 1958
beliau diterjunkan ke Irian Barat (Merauke) dalam rangka operasi TRIKORA guna
mengumpulkan data-data intelejen untuk persiapan merebut IRIAN BARAT.
Atas jasa-jasanya terhadap bangsa dan negara terhadap pelaksanaan TRIKORA di
IRIAN BARAT, tahun 1983 beliau di anugerahi bintang jasa dan penghargaan dari
Presiden Republik Indonesia Soeharto.
Piagam Penghargaan
Selanjutnya ± 40 tahun setelah pergi meninggalkan kampung halamannya di Wundulako, maka sekitar tahun 1985 Muhammad Kondi Pullah pulang kampung guna memperkenalkan dirinya sebagai anak dari SITI NAUSO dan KONNA, kedatangan beliau membuat hebo kampung halamannya yang telah lama ditinggalkan. Karena warga kampung telah menganggapnya meninggal dunia. Dengan bukti-bukti yang ada pada beliau akhirnya beliau dapat diterima. Selanjutnya dilaksanakan upacara adat sebagai pengesahan beliau sebagai pewaris yang sah dari Lapotende dan Siti Nauso, dengan berjalan menginjak telor yang diletakkan diatas piring.
Pada bulan Pebruari Tahun 2000 Muhammad Kondi Pullah berniat kembali ke
kampung halamannya guna memindahkan Makam Kakeknya Lapotende yang terletak sekitar
kawasan pasar Wundulako agar makam kakeknya tersebut bisa dikumpulkan didalam
kawasan Makam Pusaka yang lerletak di Lorong Bokeo desa Wundulako, namun
sebelum hal tersebut terlaksana, Allah SWT berkehendak lain, beliau dipanggil
menghadap pencipta alam semesta raya
ini. Sampai akhir hayatnya
beliau belum menunjuk penggantinya, sebagai penerus. Namun pada
masa hidupnya beliau pernah berpesan kepada PENULIS dan saudara penulis yang
lainnya bahwa siapa diantara anak-anaknya yang kelak didatangi keris Ali Pote
maka dialah sebagai PEMIMPIN "kalian" selanjutnya.
Penulis
Abbas Archa
Assallamulaikum Wr.Wb Om Abbas salam kenal saya Aris dari Sunda saya sangat tertarik dengan cerita om yang mengupas kerjaan mekongga, aku mau tanya om keris ali pote sepertinya sama dengan kujang yang beredar di sunda adakah ketrkaitan suku mekongga dengan suku sunda terima kasih.............................
BalasHapusKomentar telah dijawab melalui email.
BalasHapus